Minggu, 10 Agustus 2008

Profil mutu pendidikan Indonesia

Perhatian pemerintah terhadap kemajuan pendidikan di Indonesia akhir-akhir ini mengalami perkembangan yang lebih baik dibandingkan pada masa lalu, dengan dicanangkannya program wajib belajar 9 tahun dengan fasilitas bantuan operasional sekolah ( BOS ) , BOP dan Bantuan Buku-buku pelajaran sangat membantu dalam penuntasan program wajib belajar tersebut, angka putus sekolah pada tahap pendidikan dasar sudah menunjukkan perkembangan yang sangat baik. Tidak ada lagi alasan orang tua tidak mampu mensekolahkan putra-putrinya karena alasan biaya, karena dari BOS dan BOP tersebut sekolah-sekolah negeri dapat menggratiskan sumbangan pendidikan . Orang tua diharapkan tidak lagi pusing memikirkan ongkos pendidikan putra-putrinya pada tingkat SD/MI dan SMP/MTs.
Tetapi kenyataan yang ada dilapangan masih banyak sekolah-sekolah yang mendapatkan dana Bantuan tersebut masih saja tega memungut uang dari orangtua murid , karena berbagai macam alasan yang tidak masuk akal dari formulir pendaftaran, praktek jual beli bangku, uang buku paket/LKS d.l.l , Pemerintah sebenarnya sudah memberikan sanksi tegas terhadap kepala-kepala sekolah negeri yang membandel tersebut, tetapi berbagai macam cara mereka lakukan agar terhindar dari sanksi diantaranya dengan menjual buku-buku tersebut dengan mempergunakan komite sekolah, misalnya dengan membuka bursa buku dihalaman sekolah pada saat pendaftaran murid baru atau bekerjasama dengan salah satu toko buku dan siswa diwajibkan untuk membeli buku paket tersebut dengan menunjuk sebuah toko yang sudah ditunjuk.

Untuk sekolah-sekolah swasta mungkin masih dibenarkan, karena dana BOS yang mereka terima bukan hanya diperuntukkan untuk mensubsidi sumbangan pendidikan tetapi juga hal-hal yang lain yang sifatnya membantu segala operasional dari sekolah tersebut, tetapi negeri dengan adanya BOP yang jauh lebih besar dananya yang diberikan pemerintah yang diharapkan dapat mengatasi persoalan orang tua murid, mengapa masih saja ada sekolah yang memberatkan orang tua murid ? dengan berbagai pungutan-pungutan.

Untuk meningkatkan mutu atau kualitas anak didik setiap tahun pemerintah membuat Ujian Nasional yang harus diikuti siswa-siswi dari tingkat SD/MI, SMP/MTs,dan SMA/MAN/SMK dengan membuat angka pelulusan yang meningkat dari tahun ketahun dari Syarat kelulusan rata-rata 2,10 s.d 5,25 , dengan soal yang telah dipersiapkan oleh suatu Team Penyusun Soal Ujian Nasional ( UN ), Soal-soal Ujian Nasional tersebut harus dikerjakan setiap siswa peserta Ujian Nasional baik yang belajar disekolah negeri maupun swasta , dari yang mempunyai predikat Standar Internasional, SSN , pendamping sampai yang abal-abal , dari yang berada dilingkungan perkotaan sampai yang jauh dipesisir, baik siap atau pun tidak semuannya harus mencapai standar kelulusan minimal yang sudah diterapkan pemerintah. Dan untuk menjamin kerahasiaan soal tersebut seluruh komponen dari panitia pusat, kepolisian, Team Independen dsbnya disertakan. Sebuah sistem yang mengacu pada peningkatan kualitas sangat terlalu dipaksakan tanpa mengetahui kondisi yang sebenarnya dilapangan, apakah seluruh siswa yang berada disekolah-sekolah sudah siap dengan pemaksaan rata-rata kelulusan tersebut, guru sekolah tersebut yang paling tahu tentang kualitas anak didiknya apakah mampu mengerjakan soal-soal Ujian tersebut atau tidak , kenyataannya sangat ironi banyak sekolah yang terpaksa harus melakukan langkah-langkah penyelamatan demi menjamin siswa-siswinya lulus dalam ujian Nasional tersebut misalnya dengan membuat Team sukses , hal tersebut sudah dilakukan baik secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi, secara jujur penulis katakan ini sudah dilakukan oleh sekolah-sekolah negeri maupun swasta, dengan tekhnik-tekhnik yang bervarian dari membiarkan siswa tersebut mencari sendiri dengan berpura-pura tidak tahu, membuka sampul jawaban dengan membentuk konspirasi, membeli jawaban dan sebagainya, apakah ini disalahkan ? ya tentu !, praktek-praktek seperti ini terpaksa mereka lakukan untuk sekolah swasta menengah kebawah pilihan cuma dua mau jujur tapi bangkrut atau tidak jujur tapi tetap eksis, kenyataan dilapangan semakin banyak siswa disuatu sekolah yang tidak lulus maka akan mempengaruhi jumlah siswa yang mendaftar disekolah tersebut. Untuk sekolah negeri untuk mempertahankan citra.

Kalau sudah seperti ini kenyataannya, mengapa pemerintah seolah-olah masih saja menutup mata, tidak mau melihat kenyataan secara riil dilapangan , pelaksanaan Ujian Nasional dengan membuat passing grade sebenarnya belum siap diikuti hampir sebahagian sekolah-sekolah dinegeri ini. Kalau mau jujur siap atau tidak siap , pemerintah bisa menerapkan dengan metode lain misalnya dengan menukar panitia Ujian Nasional dari sekolah satu menjadi panitia Ujian Nasional ke Sekolah lain dengan pemberitahuan secara rahasia atau dengan menyerahkan sepenuhnya pelaksanaan Ujian keTeam Independen, panitia Ujian tingkat sekolah diserahkan sepenuhnya ke Team Independen.Kepala sekolah, wakil atau Panitia Ujian sekolah disuruh tidur saja dirumah atau membuat Ujian Nasional tekhniknya sama dengan Ujian masuk Perguruan Tinggi negeri bagaimana ? apakah pemerintah masih berani mengatakan bahwa Peserta Ujian Nasional lulus 100 % tanpa bantuan ?

Tidak ada komentar: